Knowledege Content
Teknologi blockchain merupakan kombinasi dari berbagai teknologi seperti algoritma matematis, kriptografi, dan enkripsi-dekripsi. Kombinasi ini menciptakan sistem distributed ledger yang kita kenal sekarang. Dalam proses operasional blockchain, terdapat beberapa lapisan atau layer dengan peran berbeda-beda.
Blockchain menggunakan sistem berlapis agar sistem tidak terpusat dalam satu entitas saja. Semua lapisan memiliki peran berbeda yang sama pentingnya agar jaringan bersifat terdesentralisasi.
Terdapat lima lapisan yang berperan sebagai infrastruktur teknologi sebuah jaringan blockchain. Dari fondasi paling dasar hingga luar: Lapisan infrastruktur dan perangkat keras, lapisan data, lapisan jaringan, lapisan konsensus, dan lapisan aplikasi
Blockchain Layer atau lapisan dalam blockchain adalah gabungan dari beberapa teknologi yang memastikan jaringan blockchain dapat beroperasi secara optimal. Teknologi-teknologi ini membentuk tingkatan layer blockchain seperti sebuah gedung, di mana setiap tingkat mengatur fungsi tertentu.
Lalu, mengapa blockchain perlu menggunakan lapisan-lapisan berbeda? Ini berhubungan dengan sifat desentralisasi blockchain di mana tidak ada satu entitas yang mengatur semuanya. Jadi, fungsi-fungsi jaringan dipisah dan disebarkan ke beberapa lapisan. Pemisahan ini membantu meningkatkan desentralisasi, kecepatan, dan keamanan sebuah blockchain. Ketiga aspek ini sering disebut sebagai Trilema Blockhain.
Secara umum, terdapat lima lapisan blockchain yang memastikan sebuah jaringan terdesentralisasi berfungsi optimal. Kelima lapisan ini disusun bertingkat dengan lapisan infrastruktur menjadi fondasi paling bawah jaringan dan lapisan aplikasi yang teratas.
1.Lapisan Perangkat Keras dan Infrastruktur
Lapisan infrastruktur blockchain merupakan berbagai perangkat keras/hardware yang membantu menjalankan jaringan. Selain itu, lapisan ini terdiri dari semua komputer node yang menyimpan data jaringan blockchain. Ratusan node ini terhubung satu sama lain dalam sebuah jaringan peer-to-peer (P2P) yang terdesentralisasi. Bersamaan, semua node ini membentuk jaringan terdesentralisasi yang beroperasi 24 jam.
Lapisan infrastruktur setiap blockchain memiliki spesifikasi berbeda-beda bergantung kepada kebutuhan jaringan. Node Bitcoin akan lebih kompleks dan kuat dibanding blockchain lain karena membutuhkan daya komputasi lebih besar.
Selain itu, berbeda dengan jaringan sentralisasi yang biasanya terkumpul dalam satu tempat, node yang menjalankan blockchain tersebar di seluruh dunia. Meskipun tersebar, semua node terhubung secara live dan saling bertukar informasi secara simultan untuk memproses semua transaksi pada jaringan.
2. Lapisan Data
Struktur setiap blok. Sumber: GeeksforGeeks
Lapisan data merupakan layer blockchain yang bertugas menyimpan data transaksi sejak blok awal sebuah blockchain ditambahkan (blok genesis). Semua informasi tentang blok, transaksi, dan urutan blok disimpan dalam lapisan ini. Selain itu, informasi-informasi sensitif seperti hash blok sebelumnya, time stamp, dan merkle root yang menyimpan data transaksi.
Lapisan ini juga bertugas memverifikasi transaksi yang masuk dengan meminta tanda tangan digital pada setiap transaksi. Ini merupakan bagian dari proses enkripsi yang menjaga keamanan semua transaksi crypto. Tanda tangan digital ini hanya bisa dilakukan oleh pengguna yang memiliki private key dalam dompet digital crypto. Kamu pasti familiar dengan proses ini kalau kamu pernah menggunakan dompet digital seperti MetaMask.
3. Lapisan Jaringan
Lapisan jaringan dalam blockchain menjalankan fungsi peer-to-peer (P2P). Network layer dalam blockchain memfasilitasi komunikasi antara semua node. Selain itu, lapisan jaringan juga mengatur pembuatan dan penambahan blok serta interaksi antar-node. Hal ini membuat lapisan jaringan sering disebut sebagai propagation layer yang bertugas dalam proses penambahan blok. Lapisan jaringan memastikan node bisa berkomunikasi untuk memproses transaksi dan menambahkan blok.
MEV atau Maximal Extractable Value adalah salah satu strategi node untuk mendapatkan keuntungan saat memproduksi blok di blockchain. MEV terjadi pada lapisan jaringan karena node dapat mengurutkan ulang transaksi dan blok untuk mendapatkan keuntungan maksimal dari biaya transaksi pengguna. MEV seringkali memiliki dampak negatif terhadap pengguna.
4. Lapisan Konsensus
Lapisan konsensus merupakan layer penting dalam pengoperasian blockchain. Tanpa lapisan konsensus, jaringan blockchain tidak dapat memverifikasi transaksi dan tidak ada blok yang dapat divalidasi. Lapisan ini merupakan fondasi penting dalam menciptakan jaringan terdesentralisasi. Tugas utama lapisan konsensus adalah memvalidasi dan mengurutkan blok serta memastikan semua node mencapai kesepakatan tentang blok yang harus ditambahkan. Apabila beberapa blok dibuat secara bersamaan karena kepadatan jaringan, lapisan konsensus memastikan hanya satu blok yang ditambahkan ke jaringan.
Lapisan konsensus sendiri disesuaikan oleh kriteria yang sudah ditentukan sebuah protokol blockchain. Setiap blockchain memiliki persyaratan untuk mencapai konsensus. Lapisan ini juga sering disebut dengan consensus mechanism.
Selain itu, banyak generasi blockchain baru menambahkan teknologi untuk mempercepat proses validasi blok seperti implementasi aBFT milik Fantom, DPoS Cardano, dan Sharding milik NEAR.
5. Lapisan Aplikasi
Lapisan aplikasi atau application layer dalam blockchain berisikan berbagai protokol dan teknologi yang langsung berinteraksi dengan pengguna. Namun, lapisan ini bisa dibagi lebih jauh lagi menjadi lapisan eksekusi dan lapisan aplikasi. Tampilan antarmuka (UI),API (application programming interfaces),dan script merupakan lapisan aplikasi yang digunakan pengguna. Sementara itu, smart-contract, peraturan protokol, dan kode dibalik aplikasi merupakan lapisan eksekusi yang menjalankan perintah dari lapisan aplikasi.
Lapisan aplikasi ini biasanya memiliki tampilan dan bentuk layaknya situs yang biasa kita temukan. Ini dilakukan untuk mempermudah perjalanan pengguna yang tidak terbiasa menggunakan aplikasi crypto.
Blockchain Layer atau lapisan dalam blockchain adalah gabungan dari beberapa teknologi yang memastikan jaringan blockchain dapat beroperasi secara optimal. Teknologi-teknologi ini membentuk tingkatan layer blockchain seperti sebuah gedung, di mana setiap tingkat mengatur fungsi tertentu.
Lalu, mengapa blockchain perlu menggunakan lapisan-lapisan berbeda? Ini berhubungan dengan sifat desentralisasi blockchain di mana tidak ada satu entitas yang mengatur semuanya. Jadi, fungsi-fungsi jaringan dipisah dan disebarkan ke beberapa lapisan. Pemisahan ini membantu meningkatkan desentralisasi, kecepatan, dan keamanan sebuah blockchain. Ketiga aspek ini sering disebut sebagai Trilema Blockhain.
Selain adanya sistem berlapis di dalam jaringan blockchain, istilah layer atau lapisan juga digunakan saat membicarakan jenis-jenis blockchain berdasarkan fungsi dan kapabilitasnya. Secara umum, terdapat empat lapisan yaitu layer 0, 1, 2, dan 3.
Blockchain Berdasarkan Layer
Kamu pasti mendengar istilah blockchain layer 1, 2, dan bahkan 0. Penamaan sebuah blockchain berdasarkan layer ini berbeda dengan penjelasan mengenai 5 lapisan arsitektur blockchain yang dijelaskan di atas. Kategorisasi layer atau lapisan di bawah ini berkaitan dengan kapabilitas dan fungsi sebuah blockchain.
Layer 0
Layer 0 merupakan kategori bagi blockchain yang memberikan tim developer peralatan untuk membangun jaringan blockchain lain di atas sebuah layer 0. Dalam kata lain, lapisan 0 dapat menjadi platform untuk sejumlah blockchain lain yang dibangun di atasnya. Ia biasanya menjadi fondasi teknologi dan perangkat lunak (bersifat open source) yang bisa disesuaikan oleh tim developer lain.
Contoh jaringan blockchain pada layer 0 adalah Avalanche, Cosmos, dan Polkadot. Cosmos dan Polkadot memiliki sistem khusus yang mengatur ekosistem blockchain di atasnya (Parachain untuk Polkadot dan Zones untuk Cosmos).
Blockchain yang menjadi layer 0 memiliki peran penting sebagai lapisan jaringan yang menghubungkan blockchain dari ekosistemnya ke ekosistem blockchain lainnya. Dia menjadi teknologi interoperaibilitas yang akan selalu dibutuhkan seiring dengan banyaknya blockchain yang dibangun.
Fungsi layer 0 adalah menyediakan infrastruktur perangkat lunak dan teknologi sehingga semua blockchain di atasnya dapat bekerja secara simultan dan saling berinteraksi. Dalam konteks ini, lapisan 0 menyediakan teknologi lapisan jaringan dan infrastruktur bagi blockchain di dalam ekosistemnya.
Layer 1
Blockchain layer 1 adalah platform terdesentralisasi yang memiliki 5 lapisan yang dijelaskan di atas. Fungsi layer 1 adalah memfasilitasi berbagai jenis transaksi dan memastikan semuanya berhasil diproses dengan aman. Namun, mayoritas layer 1 saat ini sudah memiliki smart contract yang memungkinkan aplikasi dan protokol lain untuk dibangun di atasnya. Maka dari itu, salah satu karakteristik blockchain layer 1 adalah memiliki ekosistem DApps (aplikasi terdesentralisasi). Contoh jaringan blockchain pada layer 1 adalah Bitcoin, Ethereum, Cosmos, dan Solana.
Salah satu blockchain yang tidak memiliki fitur smart contract adalah Bitcoin yang masih mempertahankan desain orisinil Satoshi Nakamoto sebagai platform pembayaran P2P.
Seperti dijelaskan di awal, setiap blockchain menghadapi masalah dalam trilema blockchain (desentralisasi, skalabilitas, dan keamanan). Salah satu permasalahan yang paling sering ditemui adalah tentang skalabilitas. Saat ini, blockchain biasanya memiliki keterbatasan transaksi yang bisa diproses dalam satu waktu (TPS).
Berbagai solusi sedang dibuat untuk mengatasi masalah ini seperti teknologi sharding, inovasi teknologi lapisan konsensus, dan terakhir menggunakan blockchain layer 2.
Layer 2
Blockchain layer 2 adalah blockchain yang diciptakan untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul pada layer 1. Blockchain layer 2 dibangun di atas jaringan layer 1. Fungsi layer 2 biasanya untuk mengatasi masalah skalabilitas. Blockchain layer 2 menawarkan proses transaksi yang cepat dan biaya transaksi yang jauh lebih murah daripada layer 1. Namun, beberapa layer 2 sekarang membawa berbagai inovasi teknologi baru dan memiliki penawaran nilai unik terlepas dari jaringan blockchain di bawahnya.
Salah satu kelebihan blockchain layer 2 adalah ia tetap mendapatkan keamanan dari layer 1 di atasnya. Jadi, ia mengombinasikan proses transaksi yang lebih cepat dan biaya transaksi lebih murah tapi mewarisi keamanan dari layer 1. Beberapa contoh jaringan blockchain pada layer 2 adalah Polygon, Arbitrum, Optimism, Loopring, dan Aurora.
Layer 3
Layer 3 adalah lapisan khusus dalam infrastruktur blockchain yang berkaitan dengan aplikasi terdesentralisasi. Istilah layer 3 sebenarnya masih diperdebatkan dengan definisi yang berbeda-beda. Namun, pada dasarnya layer 3 merupakan lapisan di mana aplikasi-aplikasi crypto beroperasi, entah itu di atas blockchain layer 1 atau 2 (atau bahkan pada blockchain sendiri). Fungsi layer 3 adalah menjalankan semua aktivitas transaksi yang terjadi pada aplikasi tersebut. Beberapa contoh jaringan blockchain pada layer 3 adalah UniSwap, AAVE, Curve, dan STEPN.
Industri aplikasi layer 3 didominasi oleh industri DeFi berisi aplikasi bursa terdesentralisasi (DEX). Selain itu, banyak aplikasi jenis baru bermunculan seperti Chiliz dengan ekosistem fan token, STEPN sebagai pionir skema move-to-earn (M2E),dan juga ekosistem GameFi yang terus berkembang.
Selain itu, terdapat tren layer 3 di mana aplikasi crypto mulai mempertimbangkan membuat platform blockchain sendiri. Blockchain jenis ini biasa disebut appchains (application-specific blockchains) karena jaringannya dibuat khusus untuk memenuhi fungsi aplikasi. Beberapa contoh appchains adalah DeFi Kingdoms, dYdX, Osmosis, Acala, dan Thorchain.
Appchains sendiri tidak bisa sepenuhnya disebut sebagai blockchain layer 3 karena beberapa di antaranya memenuhi kapabilitas dan menjalankan fungsi blockchain layer 1.